Menjelang ulang tahun kedua, umumnya
anak semakin pandai berkata-kata. Namun ada anak yang jauh melebihi teman seusianya.
Mengapa bisa begitu?
Chayene (18 bulan) terdengar sangat
ceriwis. Ada saja kata-kata terlontar dari mulutnya yang membuat lingkungannya
sangat terkesan. "Iya Ma, Cayin janji! Cayin ati-ati," ujar Chayene
ketika memaksa ibunya untuk memperlihatkan vas yang baru dibelinya. Melihat
cara putrinya yang dengan berhati-hati memegang vas tersebut, Tasya, sang ibu,
jadi ragu. Apakah Chayene benar-benar memahami arti kata-kata yang
diucapkannya?
Berbagai penyebab. Percepatan kemampuan anak bicara ditentukan berbagai hal.
Di antaranya kemampuan bicara orang dewasa di sekitarnya. Semakin gemar kedua
orang tua mengajak anaknya berbicara, anak semakin pintar berkata-kata. Urutan
kelahiran juga berperan penting. Umumnya anak pertama mendapat perhatian lebih
besar dari kedua orang tuanya dibanding adik-adiknya. Situasi ini mempengaruhi
stimulasi pada kemampuan anak bicara.
Jenis kelamin juga berpengaruh
terhadap percepatan kemampuan anak berkata-kata. Menurut pengamatan para ahli,
orang tua umumnya lebih sering mengajak anak perempuannya bicara dibanding anak
laki-lakinya. Akibatnya anak perempuan punya kemampuan berkata-kata lebih baik
dibanding anak laki-laki. Tentu saja di luar itu semua, faktor fisik seperti
kesiapan organ tubuh dan kesehatan juga berperan penting.
Anak seusia Chayene umumnya baru
memiliki perbendaharaan kata sebanyak kurang lebih sepuluh kata. Anak-anak ini
juga baru mulai menggabung-gabungkan dua kata untuk membuatnya lebih bermakna.
Misalnya, anjing galak, atau baju tidur. Dengan begitu jika anak dapat
menyebutkan lebih dari kata-kata itu, dan mulai dapat membentuk satu kalimat
sederhana, kita dapat menyebutnya sebagai early talker atau anak yang cepat
berkata-kata.
Belum tentu benar. Namun walaupun anak dapat berkata-kata dengan cepat, bukan
berarti keterampilan lain, seperti keterampilan di bidang sosial, emosional
maupun fisiknya ikut memiliki percepatan yang sama. Terkadang anak usia ini
tidak memahami apa yang dikatakannya, seperti jika ia berkata janji untuk tidak
menyentuh gelas lalu kemudian menyentuhnya. Bukan berarti anak berbohong atas
kata-katanya.
Usahakan untuk ikut berpikir setara
dengan usia anak. Misalnya jika ia berkata ingin ke atas, itu berarti bukan
ruangan di tingkat dua yang ditujunya, namun anak justru menginginkan sensasi
menaiki maupun menuruni tangga. Atau jika anak ingin kue yang terpajang di toko
kue, pada umumnya bukan karena ia ingin memakannya hingga habis, namun lebih
pada mencicipi kue yang menarik perhatiannya. Karena itu, tugas Anda sebagai
orang tua untuk berulang-ulang menjelaskan maksud kata-kata yang diucapkannya
sendiri.
Upayakan konsisten mengenai suatu
hal, misalnya jika anak berjanji tidak mengambil mainan temannya, cobalah
berulang-ulang mengingatkan jika anak melanggar janji tersebut. Dengan cara ini
anak semakin memahami maksud kata-katanya sendiri sehingga ia pun dapat
dituntut lebih konsisten dengan apa yang diucapkannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar