Selasa, 09 September 2014

Tentang Istriku

Mungkin banyak wanita yang lebih cantik di luar sana,
Namun istriku tetap yang tercantik di dalam hatiku.
Mereka mungkin lebih kaya, lebih terkenal, lebih cantik
Tapi belum tentu menerimaku seutuhnya.
Belum tentu mau patuh pada suaminya.
Belum tentu mau berjuang dalam badai ujian.
Sejenak, kadang aku berpikir betapa luar biasa dirinya dulu.
Saat puluhan orang mencoba mendekatinya, ia berusaha menolak dengan baik.
Justru, saat aku dengan polos berani melamarnya, ia menerimaku dengan segala kekurangan yang ada.
Saat wanita seusianya masih sibuk bekerja dan becanda dengan teman seaktivitasnya, dia rela meninggalkan semuanya demi membangun rumah tangga bersamaku.
Cinta itu semakin teruji saat kehadiran buah hati dalam pernikahan.
Aku yang dulu begitu gagah didepannya, kadang mesti menggigit jari saat tak mampu menaklukan si kecil yang hanya bisa diredakan tangisnya oleh sentuhan lembut Sang Bunda.
Oh, lagi-lagi cintaku semakin bertambah padanya. 
Tentu sekali lagi, bukan karena ia sering tampil di media,
Bukan juga karena ia sering menebar pesona.
Tapi karena ia yang tak pernah mengikuti kursus menjadi seorang ibu, dengan cepat belajar menjadi seorang ibu terbaik buat keturunanku.
Sepulang kerja, ia masih sempat melayaniku dengan baik, padahal aku tahu ia sangat kelelahan sepanjang hari.
Setiap malam aku jadi saksi bagaimana ia seringkali dibangunkan oleh tangisan anak yang ingin menyusi atau sekedar pipis.
Jika terlalu kelelahan kadang aku tidur pulas tanpa bisa membantunya.
Saat aku atau anak sakit, mungkin tak jadi masalah.
Namun, seorang ibu seolah-olah tak boleh sakit, karena pekerjaan rumah bisa berantakan semua.
Seorang suami dengan beban pekerjaan mungkin masih bisa menghirup nafas segar di luar. Melihat hal-hal baru, mendapatkan peluang baru. Namun kadang tak begitu dengan seorang ibu muda dengan anak yang masih kecil. Disana kesabaran sang ibu diuji.

Sekali lagi, aku begitu kagum padanya.
Pada kepatuhannya, pada kesabarannya, pada keikhlasannya.
Tak dapat tergantikan oleh apapun juga.
Aku sebagai seorang suami hanya bisa berucap lirih padanya, "Sayang, aku semakin mencintaimu karena Allah. Tak banyak yang bisa kujanjikan, aku hanya ingin menjadi lelaki paling beruntung karena bisa memegang erat tanganmu sampai surga"

Tidak ada komentar:

Posting Komentar